Indonesia Darurat Judi Online: Perang Besar Harus Dilakukan oleh Semua Pihak

Judi online (judol) telah menjadi ancaman serius di Indonesia, menyentuh berbagai lapisan masyarakat, termasuk anak-anak, pekerja, hingga aparat negara. Dengan fenomena yang semakin meluas, perjuangan melawan judi online tidak hanya menjadi tugas pemerintah, tetapi juga memerlukan partisipasi aktif masyarakat.

Gerakan Masyarakat Melawan Judol

Sebuah video viral dari Kupang, Nusa Tenggara Timur, menunjukkan seorang pemilik warung, Mega Rezky, menolak permintaan pelanggan yang ingin mengisi deposit untuk bermain judi online. Sikapnya yang tegas ini menuai apresiasi luas dari masyarakat.

“Demi membantu negara ini menghilangkan judol, untuk memberhentikan secara permanen pemain judol, saya rela kehilangan keuntungan,” kata Mega.

Gerakan kecil seperti ini mencerminkan kesadaran bahwa memerangi judi online membutuhkan peran aktif setiap individu, bukan hanya institusi.

Angka yang Mengkhawatirkan

Menurut data Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan:

  • 8,8 juta orang Indonesia terlibat judi online.
  • Dari jumlah itu, 97.000 anggota TNI-Polri, 1,9 juta pekerja swasta, dan 80.000 anak-anak di bawah usia 10 tahun tercatat menjadi pelaku.

Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan transaksi judi online melonjak tajam:

  • 2021: Rp57,91 triliun
  • 2022: Rp104,42 triliun
  • 2023: Rp327,05 triliun
  • Semester I 2024: Rp174,56 triliun

Provinsi Jawa Barat menjadi wilayah dengan pelaku judol terbanyak (535.644 orang), diikuti DKI Jakarta (238.568 orang) dan Jawa Tengah (201.963 orang). Dampaknya meluas, mulai dari konflik rumah tangga hingga tindakan kriminal dan bunuh diri.

Upaya Pemerintah Melawan Judi Online

Pemerintah, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, telah menyatakan perang besar melawan judi online. Beberapa langkah signifikan:

  1. Pemblokiran Konten Judol oleh Kemkomdigi
    Sejak 2017 hingga akhir November 2024, lebih dari 5,2 juta konten terkait judol telah diblokir. Tahun 2024 mencatat lonjakan signifikan dengan 3,6 juta konten ditangani, terutama situs web dan platform media sosial.
  2. Koordinasi Antar-Lembaga
    Presiden Prabowo memerintahkan Polri, Kejaksaan Agung, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), dan lembaga terkait untuk bekerja sama.

    “Tidak boleh ada yang membeking judi online. Bekerja sama, bersatu, untuk melawan judol,” tegas Menkomdigi Meutya Hafid.

  3. Target Dalang Judol
    Prabowo juga mengungkapkan bahwa sebagian besar pengendali judi online berada di luar negeri. Upaya internasional diperlukan untuk melumpuhkan jaringan ini.
Baca juga:  Komdigi Gencarkan Upaya Berantas Judi Online dengan Teknologi Canggih

Dampak Sosial dan Psikologis

Psikolog klinis Ratih Ibrahim menyoroti bahwa kecanduan judi online menghancurkan hubungan keluarga dan membuat korban terjebak dalam tekanan finansial yang ekstrem. Banyak pelaku yang berada di usia produktif, dengan mayoritas menghabiskan penghasilan untuk berjudi, terutama dari kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.

“Korban mengalami tekanan utang, rasa cemas, bahkan depresi, tetapi di sisi lain merasa sulit berhenti karena adanya kesenangan sesaat dari berjudi,” ujar Ratih.

Peran Serta Masyarakat

Fenomena viral seperti aksi pemilik warung di Kupang menunjukkan bahwa masyarakat bisa menjadi benteng pertama melawan judol. Selain itu, partisipasi aktif dalam melaporkan akun atau konten terkait judi online melalui kanal pemerintah seperti Aduankonten.id atau Cekrekening.id menjadi langkah nyata yang dapat dilakukan.

Pesan untuk Bangsa

Perang melawan judi online adalah perjuangan bersama. Pemerintah, masyarakat, dan lembaga swasta perlu bersinergi untuk melindungi bangsa dari dampak negatif judol. Sebagaimana dikatakan oleh Presiden Prabowo:

“Judol tidak hanya membahayakan rakyat kecil, tetapi juga merusak sendi-sendi ekonomi dan moral bangsa. Perang melawan judol adalah perang untuk masa depan Indonesia.”